PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA DALAM MEMBENTUK
GENERASI MUSLIM YANG KOMPETITIF
DI INDONESIA
Dosen: SARIMAN, M.Pd
A.
PENDAHULUAN
Lembaga pendidikan Islam seperti madrasah,
pesantren, dan sekolah Islam terpadu memiliki peran strategis dalam mencetak
generasi Muslim yang tidak hanya memahami ajaran agama, tetapi juga memiliki
kemampuan untuk bersaing dalam berbagai aspek kehidupan, baik di tingkat
nasional maupun global. Seiring dengan tuntutan globalisasi dan perkembangan
ilmu pengetahuan serta teknologi, tantangan yang dihadapi oleh lembaga
pendidikan Islam semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan
pendekatan yang komprehensif agar lembaga-lembaga ini dapat menjalankan
fungsinya secara optimal dalam membentuk generasi Muslim yang kompetitif,
berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan abad 21 (Arifin, 2020)
Dari paparan diatas maka penulis akan menganalisa
tentang Lembaga pendidikan Islam dan Peran Pondok Pesantren dalam membentuk generasi muslim yang kompetitif
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Secara
etimologis, lembaga berarti suatu badan atau organisasi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, lembaga didefinisikan sebagai badan atau organisasi yang
memiliki tujuan untuk melakukan penelitian ilmiah atau melaksanakan suatu
kegiatan tertentu. Lembaga pendidikan adalah sebuah organisasi atau kelompok
orang yang memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan proses pendidikan bagi
peserta didik, sesuai dengan misi dan tujuan organisasi tersebut. Sebagian
pendapat mendefinisikan lembaga pendidikan sebagai tempat di mana proses
pendidikan berlangsung, dengan tujuan mengubah perilaku individu menjadi lebih
baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya.(Bafadhol, 2017)
Pengertian Pendidikan Islam
menurut Muhaimin (2011) Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang
dibangun dan didasari oleh ajaran serta nilai-nilai Islam. Berdasarkan
pemahaman ini, setiap elemen dalam pendidikan, mulai dari pendidik, peserta
didik, tujuan pendidikan, materi, media, metode, pendekatan, evaluasi, hingga
lingkungan pendidikan, semuanya dipengaruhi dan dijiwai oleh prinsip-prinsip
ajaran Islam.
Dari
paparan data di atas maka dapat di definisikan
bahwa Lembaga embaga pendidikan, secara umum, merupakan organisasi yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan proses pendidikan untuk mengubah perilaku
individu menjadi lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan. Sementara itu,
dalam konteks Pendidikan Islam, lembaga pendidikan tidak hanya menjalankan
fungsi tersebut, tetapi juga didasarkan dan dipengaruhi oleh ajaran serta
nilai-nilai Islam. Setiap komponen dalam proses pendidikan Islam, seperti pendidik,
peserta
Dengan
kata lain Lembaga pendidikan islam dapat diartikan sebagai sebuah tempat atau
organisasi yang mengelola dan melaksanakan pendidikan islam. Lembaga ini
memiliki struktur yang terorganisir dengan baik dan bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran islam.
2.
Macam
-Macam Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga
pendidikan Secara garis besar di bagi tiga , yaitu Lembaga pendidikan formal ,
non formal dan informal , adapun penjelasannya sebagai berikut:
a)
Lembaga pendidikan formal
Dalam UU No 20 tahun 2023
menyebutkan lembaga pendidikan formal
adalah lembaga Jalur pendidikan yang tersusun secara sistematis mencakup
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Lembaga
pendidikan pada jalur ini meliputi pendidikan prasekolah, pendidikan dasar
seperti SD dan SMP, pendidikan menengah seperti SMA dan SMK, serta pendidikan
tinggi.
Lembaga
pendidikan Formal mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
1)
Proses
pembelajaran dilakukan di ruang kelas yang dikelola oleh Satuan pendidikan
2)
Pengajar
adalah individu yang secara resmi ditunjuk oleh lembaga.
3)
Terdapat sistem administrasi dan
manajemen yang terstruktur.
4)
Memiliki
ketentuan usia berdasarkan jenjang pendidikan.
5)
Menggunakan kurikulum yang
bersifat formal.
6)
Proses pembelajaran dirancang
dengan perencanaan, metode, media, dan evaluasi yang jelas.
7)
Terdapat batasan waktu studi.
8)
Lulusan akan menerima ijazah.
9)
Memungkinkan untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Satuan pendidikan yang masuk
katergori lembaga pendidikan Formal meliput; 1) Taman Kanak-kanak, 2) Raudatul
Athfal, 3) Sekolah Dasar, 4) Madrasah Ibtidaiyah, 5) Sekolah Menengah Pertama,
6) Madrasah Tsanawiyah, 7) Sekolah Menengah Atas, 8) Madrasah Aliyah, 9) Sekolah Menengah Kejuruan, dan 10). Perguruan Tinggi.
b)
Lembaga Pendidikan Non
Formal
Menurut Marzuki (2012:137), pendidikan
nonformal adalah kegiatan belajar yang berlangsung di luar sistem sekolah atau
pendidikan formal yang dilakukan secara terstruktur. Pendidikan nonformal dapat
diselenggarakan secara terpisah atau menjadi bagian dari program yang lebih
luas, dengan tujuan untuk melayani kebutuhan belajar kelompok sasaran tertentu
dan tujuan belajar yang spesifik.
Sedangkan Menurut UU SISDIKNAS lembaga
pendidikan non formal adalah jalur pendidikan yang berada di luar pendidikan
formal, yang dapat dilaksanakan dengan cara terstruktur dan berjenjang.
Dengan demikian pendidikan
nonformal dapat diikuti oleh siapa saja. Ketika pendidik atau guru memahami
cara membangun masyarakat yang gemar belajar, mereka dapat mendorong semua
pihak, terutama komunitas lokal, untuk berperan aktif dalam membentuk lingkungan
yang mendukung pembelajaran bagi Masyarakat
Berdasarkan
paparan data diatas maka pendidikan non
formal mempunyai karaakteristik, yaitu:
- Bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan.
- Mengutamakan
pembelajaran mandiri, di mana siswa dapat mengendalikan kegiatan belajarnya.
- Waktu
belajar tidak terikat atau fleksibel.
- Kurikulum bersifat
fleksibel dan biasanya ditentukan oleh peserta didik.
- Hubungan
antara guru dan siswa bersifat setara.
- Ijazah tidak menjadi hal
utama dalam penerimaan peserta didik.
- Lembaga Pendidikan Informal
Pendidikan informal merupakan
jalur pendidikan yang berlangsung di lingkungan keluarga dan masyarakat melalui
aktivitas belajar mandiri yang dilakukan secara sadar dan penuh tanggung jawab.
Hasil dari pendidikan informal ini
akan diakui setara dengan pendidikan formal dan nonformal apabila peserta didik
lulus ujian yang sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Keluarga dapat didefinisikan lembaga
pendidikan tertua yang bersifat informal, yang pertama kali dialami oleh anak.
Keluarga berfungsi sebagai lembaga pendidikan alami, di mana orang tua memiliki
tanggung jawab untuk memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Secara sederhana, keluarga adalah
kesatuan hidup yang pertama kali dikenal oleh anak, sehingga disebut sebagai
komunitas utama.
Berdasrkan
paparan data diatas maka pendidikan informal mempunyai ciri – ciri sebagai
berikut: Pendidikan informal dapat dilakukan di dalam lingkungan keluarga.
a)
Proses
pembelajaran berlangsung secara terus-menerus tanpa batasan tempat dan waktu.
b)
Orang tua
berperan sebagai pengajar.
c)
Tidak terdapat manajemen
yang tetap atau standar.
3.
Dasar Jenjang Dan Jenis
Pendidikan
Undang
– Undang (UU) No 20 Tahun 2003 merupakan dasar penyelenggran Pendidikan di
Indonesia baik Pendidikan formal, non formal maupun informal, Adapun
penjelasannya sebagaimana dalam table dibawah ini.
No |
Undang – Undang |
Pasal |
Ayat |
Bunyinya |
Ket |
1 |
UU No 20 Th 2003 |
17 |
1. |
“pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah”. |
Pendidikan Dasar |
|
2 |
“pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat”. |
|||
2 |
UU No 20 Th 2003 |
18 |
1 |
“pendidikan menengah
merupakan lanjutan pendidikan dasar”. |
Pendidikan Menengah |
|
2 |
“pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan” |
|||
|
3 |
”pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah
Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK), atau bentuk lain yang sederajat” |
|||
|
4 |
“Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintahan”. |
|||
3 |
UU No 20 Tahun 2003 |
19 |
1 |
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi |
Pendidikan Tinggi |
|
2 |
”Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka”. |
|||
20 |
1 |
”Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas”. |
|||
|
2 |
“perguruan tinggi berkewajiban Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat” |
|||
|
3 |
“perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan
vokasi” |
|||
25 |
1 |
“perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan
gelar akademik. |
|||
|
2 |
“lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh
gelar akademik jika terbukti merupakan jiplakan akan dicabut gelarnya”. |
|||
4 |
UU No 20 Th 2003 |
26 |
1 |
“pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. |
Pendidikan non Formal |
|
|
“pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional”. |
|||
|
3 |
“Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
Pendidikan kepemudaan, Pendidikan Pemberdayaan perempuan, pendidikan
kesksaraan, pendidikan ketarampilan dan pelatihan kerjapendidikan kesetaraan,
serta pendidikan lain yang ditunjukkan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik”. |
|||
|
4 |
“satuan
pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dam majlis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis” |
|||
5 |
UU No 20 Th 2003 |
27 |
1 |
“Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri”. |
Pendidikan Informal |
|
2 |
“Hasil
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan”. |
|||
|
3 |
“Ketentuan
mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”. |
|||
6 |
UU No 20 Th 2003 |
8 |
1 |
menjelaskan
“Pendidikan anak usia dini diselenggerakan sebelum jenjang pendidikan dasar”. |
Pendidikan Anak Usia Dini |
|
2 |
“Pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal”. |
|||
|
3 |
“pedidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak- kanak” |
|||
|
4 |
“Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain
(KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat”. |
|||
7 |
UU No 20 Th 2003 |
29 |
3 |
“pendidikan
kedinasan diselenggarakan melaui jalur pendidikan formal dan nonformal”. |
Pendidikan Kedinasan |
4.
Jenis Pendidikan Islam
Menurut Sidi Gazalba, yang
dikutip oleh Bukhari Umar, lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1)
Rumah tangga merupakan pendidikan
dasar untuk fase bayi dan anak-anak hingga usia sekolah. Pendidiknya meliputi
orang tua, sanak saudara, keluarga, saudara, teman bermain, dan kenalan dalam
pergaulan.
2)
Sekolah , Sekolah merupakan
Pendidikan sekunder yang proses pembelajaran yang berlangsung dari
saat anak mulai bersekolah hingga mereka menyelesaikan pendidikan di sekolah
tersebut. Pendidiknya adalah para guru yang profesional.
3)
Kesatuan Sosiol yaitu pendidikan tersier adalah pendidikan
terakhir yang bersifat berkelanjutan. Pendidiknya terdiri dari budaya, adat
istiadat, dan lingkungan masyarakat setempat.
Dengan demikian, secara umum, lembaga pendidikan Islam
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Adapun
penjelesannaya sebagai berikut:
a)
Keluarga
Lembaga pendidikan yang pertama dalam Islam adalah
keluarga atau rumah tangga. Dalam sejarah, rumah Arqam tercatat sebagai pusat
dan markas pendidikan Islam pada masa awal penyebaran Islam di Mekkah. Selain
itu, fungsi rumah sebagai lembaga pendidikan dalam Islam juga telah
diisyaratkan dalam Al-Quran, seperti yang terdapat dalam QS. at-Tahrim (66): 6.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَا تَعْتَذِرُوا۟ ٱلْيَوْمَ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Tujuan pendidikan dalam rumah tangga adalah agar anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dalam semua aspeknya, termasuk aspek
fisik, spiritual, dan intelektual
Kunci utama pendidikan dalam rumah tangga sebenarnya
terletak pada pendidikan ruhani, khususnya pendidikan agama bagi anak. Mengapa
ini dianggap kunci? Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa, pertama, pendidikan jasmani
dan intelektual yang diberikan di sekolah saat ini mengandung banyak teori, dan
belum tentu semua teori tersebut sejalan dengan ajaran agama. Jika anak telah
memiliki dasar nilai agama yang diperoleh dari rumah, mereka akan lebih mampu
menilai atau menyaring teori-teori yang diajarkan di sekolah. Kedua,
keberhasilan pendidikan di sekolah tidak akan tercapai secara maksimal jika
siswa tidak menghormati guru dan ilmu yang diajarkan. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa salah satu faktor kunci keberhasilan pendidikan di sekolah
adalah adanya penghargaan dari siswa terhadap guru dan pengetahuan yang
disampaikan. Untuk menanamkan sikap tersebut, pendidikan agama berperan sebagai
kunci utama, dan pendidikan akhlak agama harus dilakukan di rumah sebagai
lembaga pertama dan utama.
b)
Sekolah /Madrasah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang
secara sengaja, teratur, dan terencana melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan
pengajaran. Proses pendidikan di sekolah bersifat sistematis, berjenjang, dan
dibagi dalam waktu-waktu tertentu, mulai dari taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi.
Tugas
guru dan
kepala sekolah, selain memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, adalah
memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan
di sekolah seharusnya menjadi kelanjutan dari apa yang diajarkan di keluarga,
minimal tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diberikan di rumah.
Sekolah seharusnya tidak hanya berfungsi untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk membina karakter
secara keseluruhan. Aturan mengenai pembentukan karakter ini sangat krusial,
karena aspek inilah yang mencerminkan peradaban suatu bangsa.
Dengan demikian Sekolah bekerja sama dengan Orang tua
untuk mewujudkan peserta didik yang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang
baik serta membentuk karakter
peserta didik.
c)
Masyarakat
Masyarakat
berfungsi sebagai lembaga pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah.
Pendidikan ini dimulai sejak usia anak-anak dan berlangsung selama beberapa jam
dalam sehari setelah pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan sekolah. Jenis
pendidikan yang diterima oleh peserta didik dalam masyarakat sangat beragam,
mencakup berbagai bidang, seperti pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap,
serta pengembangan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan.
Beberapa
lembaga pendidikan yang ada dalam masyarakat antara lain: a. Masjid b.
Pesantren c. Kepanduan (Pramuka) d. Perkumpulan olahraga e. Organisasi pemuda
dan pemudi f. Kegiatan berjamaah, seperti pada hari Jumat, acara tabligh, atau
saat ada kerabat yang meninggal g. Perkumpulan ekonomi seperti koperasi h.
Organisasi keagamaan
5.
Peran Masjid dan Pesantren Dalam
Pendidikan Islam di Masyarakat
Masjid dan pesantren memiliki
peranan yang sangat penting dalam pendidikan Islam di masyarakat Indonesia.
Kedua lembaga ini telah berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama sekaligus
tempat penyebaran nilai-nilai Islam sejak berabad-abad yang lalu. Melalui
beragam aktivitas pendidikan dan sosial, masjid dan pesantren berkontribusi
signifikan dalam membentuk karakter umat serta memperkokoh fondasi keislaman
dalam kehidupan sehari-hari.
a)
Peran Masjid dalam Pendidikan
Islam
Masjid, sebagai tempat ibadah
utama bagi umat Islam, bukan hanya berfungsi sebagai pusat ritual keagamaan,
tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan pengembangan masyarakat. Sejak zaman
Rasulullah SAW, masjid telah digunakan sebagai pusat pembelajaran, tempat
bermusyawarah, serta pusat pengembangan masyarakat Islam. Dalam konteks
pendidikan, masjid sering mengadakan pengajian, ceramah, dan majelis taklim
yang diikuti oleh berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, maupun orang
dewasa (Ali, 2020). Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, masjid berperan
dalam meningkatkan pemahaman umat terhadap ajaran Islam dan mempererat
silaturahmi antarwarga.
b)
Peran Pesantren sebagai Lembaga
Pendidikan Formal dan Nonformal
Berbeda
dengan masjid, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang secara formal
menyelenggarakan program pendidikan agama bagi para santri. Pesantren biasanya
memiliki struktur kurikulum yang terorganisasi dengan baik, meliputi
pembelajaran Al-Quran, hadits, fiqih, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Selain
itu, pesantren juga menanamkan pendidikan karakter dan akhlak, sehingga santri
yang dihasilkan tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berakhlakul
karimah (Nata, 2019).
Menurut
Zuhdi (2020), pesantren berperan sebagai salah satu lembaga yang mampu
memadukan pendidikan formal dan nonformal, di mana para santri tidak hanya
belajar di kelas, tetapi juga terlibat dalam kegiatan sosial seperti gotong
royong, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini membuat pesantren menjadi
lembaga yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga mencetak generasi yang
berkontribusi positif bagi masyarakat.
c)
Kontribusi Masjid dan Pesantren
terhadap Masyarakat
Kedua
lembaga ini memiliki peran strategis dalam membangun komunitas Islam yang
berpendidikan dan berakhlak. Masjid, dengan fungsi sosialnya, dapat menjadi
pusat pembinaan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran
Al-Quran, ceramah agama, hingga bimbingan remaja masjid (Arifin, 2018).
Sementara itu, pesantren berperan lebih luas dengan menyelenggarakan pendidikan
formal dan informal, serta menjadi pusat kajian keislaman yang menghasilkan
pemimpin agama dan tokoh masyarakat.
Penelitian
yang dilakukan oleh Basri (2021) menunjukkan bahwa kolaborasi antara masjid dan
pesantren dapat memperkuat pengembangan pendidikan Islam di daerah pedesaan.
Kehadiran kedua lembaga ini dapat menciptakan ekosistem pendidikan Islam yang
lebih komprehensif, di mana masjid fokus pada pengajaran masyarakat umum,
sementara pesantren berfokus pada pendidikan santri yang lebih mendalam.
d)
Tantangan dan Peluang
Meskipun
memiliki peran penting, masjid dan pesantren menghadapi tantangan besar di era
modern. Masjid sering kali mengalami kendala dalam mengelola program pendidikan
karena keterbatasan sumber daya dan dukungan. Sementara itu, pesantren juga
menghadapi tantangan dalam hal modernisasi kurikulum dan adaptasi terhadap
perkembangan teknologi (Wahid, 2021). Oleh karena itu, perlu adanya sinergi
antara kedua lembaga ini serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat untuk
memaksimalkan peran keduanya dalam pendidikan Islam.
C.
KESIMPULAN
Dari
paparan data dan hasil analisis penulis maka dapat di simpulkan sebagai
berikut: Lembaga pendidikan Islam adalah tempat atau organisasi yang
menyelenggarakan pendidikan Islam dengan struktur yang jelas dan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan tersebut, terdapat tiga jenis lembaga Pendidikan
Islam diantaranya adlah sebagai berikut: Lembaga Pendidikan Formal, Non Formal
dan In Formal.
Masjid dan pesantren merupakan dua pilar penting dalam pendidikan Islam di masyarakat. Keduanya berperan tidak hanya dalam memberikan pendidikan agama, tetapi juga dalam membentuk karakter, mempererat silaturahmi, dan memberdayakan
masyarakat. Agar dapat terus berperan secara optimal, masjid dan pesantren perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman serta menjalin kerja sama yang lebih erat untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih kuat dan berkelanjutan
REFERENSI
Ali, Ali, M. (2020). Masjid sebagai Pusat Pembelajaran Islam. Jakarta: Pustaka Islam.
- Arifin, Z. (2018). Peran Masjid dalam Pendidikan Anak dan Remaja. Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 123-135.
- Basri, A. (2021).
Kolaborasi Masjid dan Pesantren dalam Pendidikan Islam di Pedesaan. Jurnal
Studi Islam dan Masyarakat, 8(1), 45-60.
- Bafadhol, I. (2017). LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA. Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, 6(11). https://doi.org/10.55883/jipkis.v2i1.23
- Departemen Agama RI. (2006). Al Quran Al Karim Terjemah. Menara Kudus.
- Depdiknas, Departemen Pendidikan Nasional, Depdiknas, & Kemdikbud. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 6. http://stpi-binainsanmulia.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Lamp_2_UU20-2003-Sisdiknas.doc
- Nata, A. (2019). Pesantren
sebagai Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
- Syaadah, R., Ary, M. H. A.
A., Silitonga, N., & Rangkuty, S. F. (2023). Pendidikan Formal,
Pendidikan Non Formal Dan Pendidikan Informal. Pema (Jurnal Pendidikan Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat), 2(2), 125–131.
https://doi.org/10.56832/pema.v2i2.298
- Wahid, A. (2021).
Tantangan Modernisasi di Pesantren: Kajian Kasus di Jawa. Jurnal
Pendidikan Islam Modern, 4(3), 89-102.
- Zuhdi, M. (2020). Peran Pesantren dalam Pendidikan Masyarakat. Jurnal Pendidikan Islam, 7(1), 55-70.
0 Komentar